KONSEP
ETIKA dan HUKUM
Pengertian Etika
Etika atau dalam
bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti :
Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam
masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara etimologis etika
berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf
pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan
komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai
cabang filsafat tersendiri. Etika dapat dibagi menjadi
2 yaitu :
1. ETIKA DESKRIPTIF,
ialah etika
yang berusaha
meneropong
secara
kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika
deskriptif memberikan fakta
sebagai dasar
untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau
sikap
yang mau
diambil.
2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan
diputuskan.
Etika secara uumum dapat dibagi menjadi :
1. ETIKA UMUM,
berbicara
mengenai
kondisi-kondisi dasar
bagaimana manusia
bertindak secara etis,bagaimana
manusia mengambil
keputusan
etis,
teori-teori
etika dan
prinsip- prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi
manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai
baik atau buruknya
suatu
tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan
teoriteori.
2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana
saya mengambil keputusan dan bertindak dalam
bidang kehidupan dan kegiatan khusus
yang saya lakukan,
yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.
Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus
yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidakan, dan teori
serta prinsip moral dasar
yang ada dibaliknya.
Sedang Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu
:
1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban
dan
sikap manusia terhadap
dirinya sendiri.
2. Etika
sosial, yaitu berbicara
mengenai
kewajiban, sikap
dan
pola perilaku
manusia
sebagai anggota umat manusia.
Pengertian Profesi
Yang dimaksud dengan
profesi
adalah
pekerjaan
tetap sebagai
pelaksanaan
fungsi
kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang pelaksanaannya dijalankan secara mandiri dengan
komitmen dan keahlian
berkeilmuan
dalam
bidang
tertentu
yang
pengembangannya dihayati sebagai
panggilan hidup
dan terikat pada etika umum
dan etika khusus
(etika
profesi)
yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama demi kepentingan umum, serta berakar dalam
penghormatan
terhadap
martabat
manusia (respect for
human dignity). Jadi,
profesi
itu berintikan
praktis ilmu
secara bertanggung
jawab untuk
menyelesaikan masalah
konkret yang
dihadapi seorang
warga masyarakat. Pengembanan profesi mencakup
bidang-bidang yang
berkaitan
dengan salah satu dan
nilai-nilai
kemanusiaan yang fundamental, seperti keilahian
(imam), keadilan(hukum),
kesehatan (dokter), sosialisasi/pendidikan (guru), informasi
(jurnalis).
Menurut
Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :
a.
suatu bidang yang
terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan
diperluas;
b.
suatu teknis
intelektual;
c.
penerapan praktis dari
teknis intelektual pada urusan praktis;
d.
suatu periode panjang
untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e.
beberapa standar dan
pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f.
kemampuan memberi
kepemimpinan pada profesi sendiri;
g.
asosiasi dari anggota
– anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas
komunikasi yang tinggi antar anggota;
h.
pengakuan sebagai
profesi;
i.
perhatian yang
profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j.
hubungan erat dengan
profesi lain.
Etika
profesi pada
hakikatnya
adalah
kesanggupan
untuk secara seksama berupaya
memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan
mengupayakan
pengerahan keahlian
dan kemahiran berkeilmuan dalam
rangka pelaksanaan
kewajiban masyarakat
Sebagai keseluruhan terhadap para warga masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat kaidah pokok.
Pertama :
profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih.9)
Kedua : selaku mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan
tindakan.
Ketiga : berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
Keempat : semangat solidaritas antar
sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat
profesi.10)
Dalam konteks profesi, kode
etik memiliki karakteristik antara lain
:
a.
Merupakan produk terapan, sebab dihasilkan
berdasarkan
penerapan etis atas suatu
profesi
tertentu.
b.
Kode
etik dapat berubah dan
diubah
seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan
dan teknologi (Iptek).
c.
Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di -drop begitu saja dari atas sebab tidak akan
dijiwai oleh
cita-cita dan
nilai yang hidup
dalam kalangan profesi sendiri.
d.
Kode
etik harus
merupakan self-regulation (pengaturan diri) dari profesi itu
sendiri
yang prinsipnya tidak
dapat dipaksakan
dari luar.
e.
Tujuan
utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang tidak
etis.11)
Jadi, paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yakni
:
(i) menjaga dan meningkatkan kualitas moral; (ii) menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis; dan (iii) melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi.
Kesemua maksud tersebut tergantung pada prasyarat utama, yaitu menimbulkan kepatuhan bagi
yang terikat oleh
kode etik tersebut.12)
Profesi Hukum
Profesi hukum adalah profesi untuk mewujudkan
ketertiban berkeadilan
yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung
pada kekuatan fisik
maupun finansial).
Hal
ini dikarenakan Ketertiban
berkeadilan
adalah
kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan
unsur esensial dan martabat manusia.
Pengemban profesi hukum itu mencakup
4 (empat) bidang karya hukum, yaitu:
1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan Jaksa);
2)
Pencegahan
konflik (perancangan hukum);
3)
Penyelesaian konflik
secara informal (mediasi,
negoisasi); dan
4)
Penerapan hukum
di luar konflik.
Nilai
Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai
moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan
dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki
nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai
moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.
1.
Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum
mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh
tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan
melayani atau secara Cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak
otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras
2.
Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a.tidak menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan
tercela;
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu
atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3.
Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya :
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.
4.
Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan
mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli
oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi
(pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5.
Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak
sah.
Teori
Hukum dalam Hubungannya Dengan Etika
Salah satu teori hukum yang memiliki
keterkaitan signifikan dengan etika adalah "teori hukum sibernetika".
Teori ini menurut Winner, hukum itu merupakan pusat pengendalian komunikasi
antar individu yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Hukum itu diciptakan
oleh pemegang kekuasaan, yang menurut premis yang mendahuluinya disebut sebagai
central organ. Perwujudan tujuan atau pengendalian itu dilakukan dengan cara
mengendalikan perilaku setiap individu, penghindaran sengketa atau dengan
menerapkan sanksi-sanksi hukum terhadap suatu sengketa. Dengan cara demikian,
setiap individu diharapakan berperilaku sesuai dengan perintah, dan keadilan
dapat terwujud. Teori ini menunjukan tentang peran strategis pemegang kekuasaan
yang memiliki kewenangan untuk membuat (melahirkan) hukum. dari hukum yang
berhasil disusun, diubah, diperbaharui, atau diamandemen ini, lantas dikosentrasikan
orientasinya unyuk mengendalikan komunikasi antar individu dengan tujuan
menegakan keadilan. Melalui implementasi hukum dengan diikuti ketegasan
sanksi-sanksinya, diharapakan perilaku individu dapat dihindarkan dari
sengketa, atau bagi anggota masyarakat yang terlibat dalam sengketa, konflik
atau pertikaian, lantas dicarikan landasan pemecahannya dengan mengandalakan
kekuatan hukum yang berlaku.
Dampak
Penegakan dan Pelanggaran Moral
Penyair Syauqi Beg Menyebutkan
"sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai ahklak (moral)
yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah hilang. maka hancurlah bangsa
itu". Manusia memang sering kali bersikap dan berperilaku yang berlawanan
dengan norma yang sudah dipelajari dan dipahaminya. Norma moral memang
sudah banyak dipahami oleh kalangan komunitas terdidik (aparatur negara) ini,
tetapi mereka masih juga melihat pertimbangan kepentingan lain yang perlu, dan
bahkan harus didahulukan dengan cara mengalahkan berlakunya norma moral
(akhlak). contoh-contoh kasus yang merupakan dampak dari pelanggaran etika
banyak di jumpai masyarakat atau dalam perjalanan kehidupan bangsa ini.
perilaku orang kecil (kalangan miskin) yang melanggar norma moral sangat
berbeda akibatnya jika dibandingkan dengan perilaku pejabat atau aparatur
negara. Kalau pejabat atau aparatur negara yang melakukan penyimpangan moral,
maka dampaknya bukan hanya sangat terasa bagi keberlanjutan hidup bermasyarakat
dan bernegara, tetapi juaga terhadap citra institusi yang menjadi pengemban
tegaknya moral. Masyarakat tanpa akhlak mulia sama seperti masyarakat rimba
dimana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan
dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri. manusia yang mengabaikan
etika kehidupan itulah yang membuat bumi ini sakit parah, menjadi korban
keteraniayaan, atau mengalami kerusakan berat. kerusakan ini tidak lagi membuat
bumi menjadi damai, bahkan sebaliknya menuntut tumbal yang mengerikan yang
barangkali tidak terbayangkan dalam pikiran manusia. Banyaknya kasus yang
terjadi dan akibat yang ditimbulkan lua biasa, maka ini menunjukan bahwa dampak
dari pelanggaran etika atau penyimapangan moral tidaklah main-main. pelanggaran
moral telah terbukti mengakibatkan problem serius di hampir seluruh aspek
kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Kondisi masyarakat tampak demikian
tidak berdaya, menjauh dari hak kesejahteraan, hak keadilan, hak pendidikan
yang berkualitas, hak jaminan kesehatan dan keselamatan, adalah akibat
pelanggaran moral yang sangat kuat.
Fungsi Kode Etik dan Profesi Hukum
Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran
karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan
psikis yang seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain
harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. hakikat
manusia adalah mahkluk yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang
baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan
inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Etika sangat diperlukan karena
beberapa pertimbangan (alasan) berikut :
1.
kita hidup dalam
masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita
bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
2.
Modernisasi membawa
perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya
menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
3.
Adanya pelbagai
ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang masing-masing dengan
alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus hidup.
4.
Etika juga diperlukan
oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau berpastisipasi tanpa
takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan
masyarakat yang sedang berubah itu.
Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan dalam kode etik
profesi :
1.
Menjelaskan atau
menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan masyarakat. ada sasaran
konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana hak-hak istimewa klien,
kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan diperjuangkan. pengemban
profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku pedoman" mengenai
kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien, lembaga dan masyarakat pun
secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2.
Membantu tenaga ahli
dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika menghadapi problem dalam
pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya kasus-kasus hukum baru
yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau diluar kemampuan spesifikasi
adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk menghindari terjadinya kesalahan
dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi seorang ahli itu misalnya tidak
mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya tidaklah
lantas dipersalahkan begitu saja.
3.
Diorientasikan untuk
mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku melanggar hukum dan
indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban profesi (hukum)
mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati perilaku
sesama pengemban profesi yang dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan
kode etik, akan lebih muda ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan penyelenggaraan profesi hukum.
1.
Sebagai rujukan untuk
menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu maupun kelembagaan.
Ada beberapa fungsi kode etik :
a.
Kode etik sebagai
sarana kontrol sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria bagi para calon
anggota kelompok profesi dan membantu mempertahankan pandangan para anggota
lama terhadap prinsip profesional yang telah digariskan.
b.
Kode-kode etik profesi
mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh
masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
c.
kode etik adalah untuk pengembangan patokan
kehendak yang lebih tinggi. Kode etik ini dasarnya adalah suatu perilaku yang
sudah dianggap benar serta berdasarkan metodeprosedur
yang benar pula.
Kode etik profesi dapat dijadikan pedoman untuk memberdayakan, kemahiran,
spesifikasi atau keahlian yang sudah dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan
kode etik, pengemban profesi dituntut meningkatkan karier atau
prestasi-prestasinya. Kalau itu merupakan kode etik profesi hukum, maka
pengemban profesi hukum dituntut menyelaraskan tugas-tugasnya secara benar dan
bermoral. Kode etik menjadi terasa lebih penting lagi kehadirannya ketika
tantangan yang menghadang profesi hukum makin berat dan kompleks, khususnya
ketika berhadapan dengan tantangan yang bersumber dari komunitas elit
kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang bukan hanya tidak menghiraukan norma
moral dan yuridis, tetapi juga mempermainkannya
Fungsi Hukum dan
Penegakan Hukum
Suatu profesi hukum di awali dengan proses pendalaman dan penguasaan
spesifikasi keilmuwan di bidang perundang-undangan (hukum). Orang yang berniat
menjadi penyelenggara atau pengemban profesi hukum haruslah masuk dalam
lingkaran atau komunitas proses. Tanpa melalui jalan ini, sulit dihasilkan
seorang figur penyelenggara hukum yang handall (profesional). Profesionalitas
ikut ditentukan oleh peran atau kontribusi yang ditujukan selama berada dalam komunitas
profesi.
Ada tahap seseorang baru boleh dan tepat mempelajari pengertian hukum dan
profesi, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari fungsi, orientasi dan manfaat
sebuah profesi hukum ditengah masyarakat. Tahap-tahap yang perlu dilalui ini
menjadi pengantar menuju penegakan, pemberdayaan dan pemuliaan profesi.
Implementasi profesi itu, termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari
pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab
penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi
kebutuhan warga masyarakat atau diabadikan untuk kepentingan umum yang
memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian
yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Dinamika kualitas pelayanan profesi itu
terkait dengan tingkat dan macam problem yang dihadapi masyarakat. Suatu jenis
profesi, termasuk profesi hukum akan bisa dilihat perkembangan dan prospeknya
melalui ragam konflik sosial yang muncul.
Untuk
menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran
sarjana-sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap
berikut :
a)
Sikap kemanusiaan, agar tidak menaggapi
(menyikapi) hukum secara formal belaka, Artinya, sebagai sarjana hukun dituntut
sejak dini untuk gemar melakukan analisis dan interpretasi yuridis yang sesuai
dengan aspirasi dan dinamika masyarakat, sehingga dalam dirinya tidak sampai
kehilangan, apalgi tergusur atau terdegradasi wacana kemanusiaan. Tuntutan
memiliki sikap kemanusiaan (human attitude) itu tidaklah muncul seketika,
tetapi melalui proses yang menuntut konsentrasi dalam hal sinergi dan
intelektual. Kalau sikap ini bisa dimiliki, maka seorang sarjana hukum akan
mampu menjadi penyelenggara profesi hukum yang bukan tergolong sebagai
"mulut/corong undang-undang" (la bauche de laloi), tetapi sebagai
penyelenggara profesi hukum yang humanis.
b)
Sikap keadilan yang berorientasi pada nilai-nilai
kemanusiaan. Ketentuan perundang-undangan yang berhasil dipelajari dan
mengantarkannya sebagi pihak yang jadi pusat ketergantungan masyarakat adalah
sudah seharusnya kalu sikap-sikap yang ditujukan itu mencerminkan dan
mengartikulasikan tuntutan masyarakat. pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat
yang memang sebenarnya merupakan hak-haknya akan menentukan apakah dirinya
pantas disebut sebagai penyelenggara profesi hukum yang baik atau tidak. Sikap
yang ditujukan dalam menangani suatu perkara hukum misalnya bukan
dilatarbelakangi oleh tuntutan memperoleh keuntungan pribadi seperti harta dan
kemapanan posisi, tetapi adalah memenuhi panggilan keadilan. Menunjukan sikap
yang baik bukanlah hal yang mudah bagi penyelenggara hukum. Hal-hal yang menuju
pada kebaikan kerapkali dihadapkan dengan beragam tantangan yang bertujuan
hendak mematikan cahaya kebaikan itu. Kalau ada pihak yang bersemangat dan
kukuh dalam memegang kode etik, maka di sisi lain biasanya terdapat sejumlah
pengganggu yang menjadi pemerdayanya. Sikap adil yang ditujukan oleh
penyelenggara profesi huku dapat dikategorikan sebagai ekspresi nuraniah yang
cukup berani dan mulia, mengingat dengan sikap itu, penyelenggara profesi hukum
berarti tidak sampai kehilangan jati diri dan tetap menjadi pemenang
karena mampu mengalahkan beragam tantangan yang berusaha menjinakan sikap adilnya.
c)
Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang ditangani. Penyelenggara
hukum yang dihadapkan dengan kasus seorang klien, yang perlu dan harus
dikedepankan lebih dulu adalah mencermati dan menelaah secara teliti kronologis
kasus tersebut. Ketika klien menyampaikan latar belakang kejadian munculnya
kasus (konflik) itu, maka penyelenggara hukum dituntut bisa mempertanyakan,
mendialogkan dan mengongklusiakn kasus itu sampai muncul dan apa yang
diinginkan setelah kasus itu terjadi, termasuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan akhir kasus itu dengan berpijak pada inti persoalan
objektif dan pijakan yuridis yang sudah diketahuinya. Wacana objektifitas itu
sangat penting bagi penyelenggara hukum, mengingat hal ini selain dapat
dijadikan bahan untuk membantu menyelesaikan kasus yang dihadapinya, ia juga
akan tetap mampu memepertahankan konsistensi keintelektualannya dalam
mengembangkan disiplin ilmu hukum. Penyelenggara seperti ini akan mampu
menyeimbangkan antara da sollen dan das sein. Disiplin ilmu hukum yang berhasil
diraihnya tetap percaya dan mampu menerangi kepentingan masyarakat, dan bukan
senaliknya tergeser oleh kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi yang
melupakan sisi normatif dan referensi keilmuannya.
d)
Sikap kejujuran. Sikap ini boleh dikata menjadi panduan
moral tertinggi bagi penyelenggara profesi hukum. sebagai suatu panduan
tertinggi, tentulah akan terjadi resiko dan impact yang cukup komplikatif bagi
kehidupan masyarakat dan kenegaraan kalau sampai sikap itu tidak dimiliki oleh
penyelenggara hukum. Sebagai suatu sikap yang harus ditegakkan dalam
penyelenggaraan profesi, maka tanggung jawab yang terkait dengannya akan
ditentukan karenannya. Kasus-kasus hukum akan bisa diatasi dan tidak akan terhindar
dari kemungkinan mengundang timbulnya persoalan sosial-yuridis yang baru
bilamana komitmen kejujuran masih diberlakukan oleh kalangan penyelenggara
profesi hukum. kasus-kasus yang muncul ditengah masyarakat, baik yang
diketegorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum maupun moral tidak sedikit di
antaranya dikarenakan oleh ketidakjujuran yang dilakukan seseorang maupun
kelompok sosial. Sikap jujur ini menjadi pangkal atas terlaksana dan tegaknya
stabilitas nasional. Masyarakat, terlebih rakyat kecil akan dapat menikmati
kehidupan sejahtera dan harmonis bilamana sikap jujur tak sampai terkikis dalam
diri kalangan orang-orang besar yang diantaranya adalah penyelenggara profesi
hukum yang salah satu tugasnya menjembatani aspirasi orang-orang kecil.
Nama : Sri
Prihatin
NPM : 20209433
Kelas : 4EB01