Sabtu, 19 Januari 2013

KEJAHATAN KERAH PUTIH

KEJAHATAN KERAH PUTIH
Kasus yang melibatkan Melinda Dee (47) membuka tabir kejahatan kerah putih (white collar crime) dalam dunia perbankan. Model kejahatan kerah putih ini merupakan evolusi tindak kejahatan dalam dunia moderen.
Dalam sejarahnya di negara-negara maju, kejahatan ini disebut sebagai business crime atau economic criminality. Hal ini karena pelaku kejahatan ini banyak melibatkan para pengusaha, pegawai perbankan, lembaga keuangan dan para pejabat. Pada awalnya kejahatan kerah putih banyak terjadi dalam birokrasi pemerintahan.Modusnya adalah dengan memanfaatkan kerumitan dan ketertutupan birokrasi. Kerumitan itulah yang menjadi lahan subur untuk dimanipulasi menjadi tindak kejahatan seperti korupsi dan suap.
Kasus Melinda Dee merupakan modus kejahatan kerah putih yang semakin canggih lagi. Tindakan tersebut dilakukan dalam jaringan teknologi mutakhir. Dengan penerapan sistem komputerisasi, dunia perbankan menjadi lahan subur bagi praktik kejahatan seperti ini. Kejahatan model ini merupakan gejala masyarakat industri.
Penggunaan teknologi dalam masyarakat industri selain semakin efesien, juga memberi efek negatif terutama dengan semakin efesiennya kejahatannya juga. Pada masyarakat yang ter-computerized, pencurian dapat dilakukan hanya dengan memijit tombol-tombol keyboard komputer yang terkoneksi pada jaringan internet. Maka dalam jaringan sistem perbankan, seorang Melinda dapat dengan aman mengalihkan miliaran uang nasabah pada rekeningnya sendiri.
Dede Syarif, Peneliti dan dosen Sosiologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Sumber, Pikiran Rakyat
Komentar:
                 White collar crime merupakan kejahatan profesi. Pelakunya seringkali tidak menganggap dirinya sebagai penjahat. Bahkan mereka dapat merasionalisasi tindakannya sebagai bagian dari tuntutan profesi sebagaimana biasanya. Dalam prakteknya mereka berjejaring dengan berbagai profesi lain. Karena itu, mereka disebut juga sebagai kejahatan terorganisasi (organized crime). Kelompok tersebut tergabung dalam jaringan yang dapat mentolelir atau bahkan mendukung pelanggaran-pelanggaran. Karena dilakukan oleh orang-orang terhormat, hampir tidak ada kritik serius dari masyarakat terhadap kasus seperti ini. Selain itu, modus kejahatannya tertutup dan asing di masyarakat. Dalam kajian sosiologi kontemporer, fenomena kejahatan kerah putih muncul seiring dengan semakin luasnya penggunaan perangkat komputer di masyarakat. Di negara berkembang, seperti Indonesia, kasus Malinda Dee mungkin merupakan penanda gejala yang sama. Maka dengan semakin banyaknya pelayanan masyarakat yang menggunakan sistem komputerisasi, maka data-data elektronik akan menjadi target pelaku kriminalitas. Kasus kejahatan kerah putih (white collar criminal) akan semakin meningkat dalam masyarakat industri dan post-industri.
Faktor Pendorong
Para ahli beranggapan bahwa tipe kejahatan ini merupakan ekses dari pekembangan ekonomi dan adanya sikap masyarakat yang mementingkan aspek material-finansial sebagai ukuran kehormatan. Dalam situasi seperti itu, kehidupan Melinda di Jakarta dan dunia internasional yang glamor dapat dipahami. Beberapa hasil studi di negara Eropa menunjukan bahwa dorongan utama pelaku kriminalitas jenis ini adalah kebutuhan pribadi. Tetapi kebutuhan pribadi juga tidak bisa dilepaskan dari faktor sosial yang mengkonstruksi terbentuknya hasrat memenuhi kebutuhan pribadi tadi, misalnya sikap hedonisme, konsumerisme dan materialisme. Sekilas nampak tidak ada perbedaan antara white collar dan blue collar criminal. Keduanya terdorongan karena alasan kebutuhan pribadi. Bedanya, pada kelompok pelaku white collar crime tindakan kejahatan tersebut akan dapat dengan mudah terpenuhi. Nafsu konsumerisme tadi justru muncul karena pelaku memegang peran dan posisi jabatan yang penting.
Lagipula kebutuhan mereka pasti jauh lebih besar dan mahal dibanding pelaku tindakan kejahatan biasa (blue collar). Selain itu, posisi mereka yang strategis seperti dalam kasus Melinda Dee sebagai manager di sebuah bank bertaraf internasional memberikan peluang tindakan tersebut.
White collar crime terjadi karena situasi dan kondisi sosial memberi ruang bagi tindak kejahatan seperti itu. Pelakunya datang dari kelas sosial kelas atas seperti pejabat, manajer dan lain-lain. Kejahatan kerah putih yang sistemik di masyarakat kita terjadi karena lemahnya penegakan hukum. Hukum di negara kita bisa dengan mudah diperjualbelikan dengan harga negosiasi. Kejahatan kerah putih seakan berjalan sendiri dan menetapkan kebijakan sejauh dapat memberikan peluang kepadanya untuk terus melestarikan kepentingannya.
Dalam kasus perbankan Indonesia, penggelapan uang di bank terjadi karena lemahnya pengawasan BI terhadap bank-bank di Indonesia. Semakin hari kehidupan masyarakat semakin terintegrasi dalam sistem komputer, baik dalam wilayah pendidikan, industry dan perdagangan. Taransaksi ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan kartu kredit. Namun, tingginya penggunaan kartu kredit (credit card) dalam pelayanan masyarakat ini, tidak diikuti dengan pemahaman tentang cara kerja, resiko dan manfaat dari benda ini. Akibatnya banyak terjadi penipuan dan kejahatan dengan memanfaatkan kebodohan pengguna credit card ini.
Pelaku kriminal dalam dalam masyarakat modern seperti ini, dapat merampok uang rakyat tanpa senjata. Mereka dapat menjalankan aksinya hanya dengan menggunakan kode-kode di komputer dan deretan nomor-nomor kartu kredit atau no rekening bank. Oleh karena Dalam kasus melinda dee berhubungan dengan internal perusahaan. maka perusahaan harus meningkatkan.
Akuntabilitas yang tinggi
Dengan kebijakan yang telah dikembangkan dengan niat baik, dan banyak prosedur yang efektif telah dibuat dengan baik, maka pengendaliannya juga harus baik. Karena hal ini mempengaruhi tanggung jawab dalam hal menciptakan resiko.
 Lebih diperketat Sistem pengendalian tersebut dengan cara  :

1.      Kebijakan dan prosedur
2.      Adanya tehnik SDLC
3.      Adanya Nomor Urur Pesanan
4.      Adanya Log
5.      Adanya Sistem Pemonitoran
6.      Sistem pengendalian akses
7.      Adanya sistem pemanggilan kembali
8.      Adanya Sistem Tantangan – Respons
9.      Adanya sistm kata sandi Multisisi
10.  Adanya sistem deteksi ganguan.
11.  Adanya sertifikaat daan tanda tangan digital

Nampaknya, penanganan terhadap pelaku kriminal ini tidak hanya cukup dengan menjeratnya melalui hukum konvensional. Pemerintah dan dunia perbankan harus dapat meng-update kecakapan teknologi. Jika tidak, para pelaku kejahatan kerah putih dapat melenggang begitu saja, tanpa rasa bersalah dan bebas dari jeratan hukum.

Nama : Sri Prihatin
NPM : 20209433
Kelas : 4EB01

KONSEP ETIKA DAN HUKUM



KONSEP ETIKA dan HUKUM
Pengertian Etika
Etika atau dalam bahasa Inggris disebut Ethics yang mengandung arti : Ilmu tentang kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat; ilmu tentang apa yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dgn akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap. Aristoteles adalah filsuf pertama yang berbicara tentang etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif. aristoles pula filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Etika  dapat  dibagi  menjadi 2 yaitu :  
1.      ETIKA  DESKRIPTIF,  ialah  etika  yang  berusaha  meneropong  secara  kritis  dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu  yang  bernilai.  Etika  deskriptif  memberikan  fakta  sebagai  dasar  untuk  mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara uumum dapat dibagi menjadi :
1.      ETIKA  UMUM,  berbicara  mengenai  kondisi-kondisi  dasar  bagaimana  manusia  bertindak secara  etis,bagaimana  manusia  mengambil  keputusan  etis,  teori-teori  etika  dan  prinsip- prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi  manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai  baik atau buruknya  suatu  tindakan.  Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teoriteori.
2.      ETIKA   KHUSUS,   merupakan   penerapan   prinsip-prinsip   moral   dasar   dalam   bidang kehidupan   yang   khusus.   Penerapan   ini   bisa   berwujud   :   Bagaimana   saya   mengambil keputusan  dan bertindak  dalam  bidang kehidupan  dan  kegiatan  khusus  yang saya  lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.  Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan  kehidupan  khusus  yang  dilatarbelakangi  oleh  kondisi  yang  memungkinkan  manusia bertindak etis : Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
Sedang Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu :
1.      Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2.      Etika  sosial,  yaitu  berbicara  mengenai  kewajiban,  sikap  dan  pola  perilaku  manusia  sebagai anggota umat manusia.

Pengertian Profesi
Yang  dimaksud  dengan  profesi  adalah  pekerjaan  tetap  sebagai  pelaksanaan  fungsi kemasyarakatan berupa karya pelayanan yang pelaksanaannya dijalankan secara mandiri dengan komitmen  dan  keahlian  berkeilmuan  dalam  bidang  tertentu  yang  pengembangannya  dihayati sebagai  panggilan  hidup  dan  terikat  pada  etika  umum  dan  etika  khusus  (etika  profesi)  yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama demi kepentingan umum, serta berakar dalam  penghormatan  terhadap  martabat  manusia  (respect  for  human  dignity).  Jadi,  profesi  itu berintikan  praktis  ilmu  secara  bertanggung  jawab  untuk  menyelesaikan  masalah  konkret  yang dihadapi  seorang  warga  masyarakat.  Pengembanan  profesi  mencakup  bidang-bidang  yang berkaitan  dengan  salah  satu  dan  nilai-nilai  kemanusiaan  yang  fundamental,  seperti  keilahian (imam),       keadilan(hukum), kesehatan   (dokter),          sosialisasi/pendidikan (guru), informasi (jurnalis).
                Menurut Budi Santoso ciri-ciri profesi adalah :
a.       suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas;
b.      suatu teknis intelektual;
c.       penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis;
d.      suatu periode panjang untuk suatu pelatihan dan sertifikasi;
e.       beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan;
f.       kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri;
g.      asosiasi dari anggota – anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota;
h.      pengakuan sebagai profesi;
i.        perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi;
j.        hubungan erat dengan profesi lain.
        Etika  profesi  pada  hakikatnya  adalah  kesanggupan  untuk  secara  seksama  berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan mengupayakan  pengerahan  keahlian  dan  kemahiran  berkeilmuan  dalam  rangka  pelaksanaan kewajiban        masyarakat    
Sebagai keseluruhan terhadap para warga     masyarakat yang membutuhkannya, yang bermuatan empat kaidah pokok.
Pertama :  profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan dengan tidak mengacu pamrih.9)
Kedua            : selaku mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
Ketiga            : berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
Keempat : semangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi demi menjaga kualitas dan martabat profesi.10)
Dalam konteks profesi, kode etik memiliki karakteristik antara lain :
a.          Merupakan  produk terapan, sebab  dihasilkan  berdasarkan  penerapan etis atas suatu  profesi tertentu.
b.         Kode  etik  dapat  berubah  dan  diubah  seiring  dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi (Iptek).
c.          Kode etik tidak akan berlaku efektif bila keberadaannya di -drop begitu saja dari atas sebab tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai yang hidup dalam kalangan profesi sendiri.
d.         Kode  etik  harus  merupakan  self-regulation  (pengaturan  diri)  dari  profesi  itu  sendiri  yang prinsipnya tidak dapat dipaksakan dari luar.
e.          Tujuan utama dirumuskannya kode etik adalah mencegah perilaku yang tidak etis.11)
Jadi, paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yakni :
(i)   menjaga   dan   meningkatkan   kualitas   moral;   (ii)   menjaga   dan   meningkatkan   kualitas keterampilan   teknis;   dan   (iii)   melindungi   kesejahteraan   materiil   para   pengemban   profesi. Kesemua maksud tersebut tergantung pada prasyarat utama, yaitu menimbulkan kepatuhan bagi yang terikat oleh kode etik tersebut.12)

Profesi Hukum
Profesi   hukum   adalah   profesi   untuk   mewujudkan   ketertiban   berkeadilan   yang memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupannya secara wajar (tidak perlu tergantung pada  kekuatan  fisik  maupun  finansial).  Hal  ini  dikarenakan  Ketertiban  berkeadilan  adalah kebutuhan dasar manusia; dan Keadilan merupakan Nilai dan keutamaan yang paling luhur serta merupakan unsur esensial dan martabat manusia.
Pengemban profesi hukum itu mencakup 4 (empat) bidang karya hukum, yaitu:
1) Penyelesaian konflik secara formal (peradilan yang melibatkan profesi hakim, Advokat, dan Jaksa);
2) Pencegahan konflik (perancangan hukum);
3) Penyelesaian konflik secara informal (mediasi, negoisasi); dan
4) Penerapan hukum di luar konflik.
Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.
1.               Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara Cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras
2.               Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a.tidak             menyalahgunakan       wewenang;
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3.                Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab, artinya :
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya ;
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
4.               Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5.               Keberanian Moral 
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.

Teori Hukum dalam Hubungannya Dengan Etika
Salah satu teori hukum yang memiliki keterkaitan signifikan dengan etika adalah "teori hukum sibernetika". Teori ini menurut Winner, hukum itu merupakan pusat pengendalian komunikasi antar individu yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan. Hukum itu diciptakan oleh pemegang kekuasaan, yang menurut premis yang mendahuluinya disebut sebagai central organ. Perwujudan tujuan atau pengendalian itu dilakukan dengan cara mengendalikan perilaku setiap individu, penghindaran sengketa atau dengan menerapkan sanksi-sanksi hukum terhadap suatu sengketa. Dengan cara demikian, setiap individu diharapakan berperilaku sesuai dengan perintah, dan keadilan dapat terwujud. Teori ini menunjukan tentang peran strategis pemegang kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk membuat (melahirkan) hukum. dari hukum yang berhasil disusun, diubah, diperbaharui, atau diamandemen ini, lantas dikosentrasikan orientasinya unyuk mengendalikan komunikasi antar individu dengan tujuan menegakan keadilan. Melalui implementasi hukum dengan diikuti ketegasan sanksi-sanksinya, diharapakan perilaku individu dapat dihindarkan dari sengketa, atau bagi anggota masyarakat yang terlibat dalam sengketa, konflik atau pertikaian, lantas dicarikan landasan pemecahannya dengan mengandalakan kekuatan hukum yang berlaku.
Dampak Penegakan dan Pelanggaran Moral
Penyair Syauqi Beg Menyebutkan "sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih mempunyai ahklak (moral) yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah hilang. maka hancurlah bangsa itu". Manusia memang sering kali bersikap dan berperilaku yang berlawanan dengan norma yang sudah dipelajari dan dipahaminya.  Norma moral memang sudah banyak dipahami oleh kalangan komunitas terdidik (aparatur negara) ini, tetapi mereka masih juga melihat pertimbangan kepentingan lain yang perlu, dan bahkan harus didahulukan dengan cara mengalahkan berlakunya norma moral (akhlak). contoh-contoh kasus yang merupakan dampak dari pelanggaran etika banyak di jumpai masyarakat atau dalam perjalanan kehidupan bangsa ini. perilaku orang kecil (kalangan miskin) yang melanggar norma moral sangat berbeda akibatnya jika dibandingkan dengan perilaku pejabat atau aparatur negara. Kalau pejabat atau aparatur negara yang melakukan penyimpangan moral, maka dampaknya bukan hanya sangat terasa bagi keberlanjutan hidup bermasyarakat dan bernegara, tetapi juaga terhadap citra institusi yang menjadi pengemban tegaknya moral. Masyarakat tanpa akhlak mulia sama seperti masyarakat rimba dimana pengaruh dan wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan dari komitmen terhadap integritas akhlak dalam diri. manusia yang mengabaikan etika kehidupan itulah yang membuat bumi ini sakit parah, menjadi korban keteraniayaan, atau mengalami kerusakan berat. kerusakan ini tidak lagi membuat bumi menjadi damai, bahkan sebaliknya menuntut tumbal yang mengerikan yang barangkali tidak terbayangkan dalam pikiran manusia. Banyaknya kasus yang terjadi dan akibat yang ditimbulkan lua biasa, maka ini menunjukan bahwa dampak dari pelanggaran etika atau penyimapangan moral tidaklah main-main. pelanggaran moral telah terbukti mengakibatkan problem serius di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat khususnya di Indonesia. Kondisi masyarakat tampak demikian tidak berdaya, menjauh dari hak kesejahteraan, hak keadilan, hak pendidikan yang berkualitas, hak jaminan kesehatan dan keselamatan, adalah akibat pelanggaran moral yang sangat kuat.
Fungsi Kode   Etik    dan Profesi     Hukum
Terjadinya pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang seharusnya berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah mahkluk yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia. Etika sangat diperlukan karena beberapa pertimbangan (alasan) berikut :
1.      kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral, sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
2.      Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
3.      Adanya pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus hidup.
4.      Etika juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau berpastisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
Ada dimensi fungsional mengapa etika itu perlu dituangkan dalam kode etik profesi :
1.       Menjelaskan atau menetapkan tanggung jawab kepada klien, institusi dan masyarakat. ada sasaran konvergensi tanggung jawab yang dituju, yakni bagaimana hak-hak istimewa klien, kelembagaan dan masyarakat dapat ditentukan dan diperjuangkan. pengemban profesi mendapatkan kejelasan informasi dan "buku pedoman" mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan, sementara klien, lembaga dan masyarakat pun secara terbuka mengetahui hak-haknya.
2.       Membantu tenaga ahli dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat jika menghadapi problem dalam pekerjaannya. Problem yang dihadapi seperti munculnya kasus-kasus hukum baru yang penanganannya membutuhkan kehadiran ahli atau diluar kemampuan spesifikasi adalah membutuhkan pedoman yang jelas untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kekeliruan, sehingga kalau sampai terjadi seorang ahli itu misalnya tidak mampu menyelesaikan problem yang dihadapinya        tidaklah lantas dipersalahkan begitu saja.
3.       Diorientasikan untuk mendukung profesi secara bermoral dan melawan perilaku melanggar hukum dan indispliner dari anggota-anggota tertentu. Pengemban profesi (hukum) mendapatkan pijakan yang dapat dijadikan acuan untuk mengamati perilaku sesama  pengemban profesi yang dinilai melanggar hukum. Dengan keberadaan kode etik, akan lebih muda ditentukan bentuk, arah dan kemanfaatan     penyelenggaraan profesi hukum.
1.       Sebagai rujukan untuk menjaga prestasi dan reputasi, baik secara individu maupun kelembagaan.
Ada beberapa fungsi kode etik   :
a.       Kode etik sebagai sarana kontrol sosial. Kode etik memberikan semacam kriteria bagi para calon anggota kelompok profesi dan membantu mempertahankan pandangan para anggota lama terhadap prinsip profesional yang telah digariskan. 
b.      Kode-kode etik profesi mencegah pengawasan atau campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui agen atau pelaksanannya.
c.        kode etik adalah untuk pengembangan patokan kehendak yang lebih tinggi. Kode etik ini dasarnya adalah suatu perilaku yang sudah dianggap benar serta berdasarkan           metodeprosedur yang           benar   pula.
Kode etik profesi dapat dijadikan pedoman untuk memberdayakan, kemahiran, spesifikasi atau keahlian yang sudah dikuasai oleh pengemban profesi. Dengan kode etik, pengemban profesi dituntut meningkatkan karier atau prestasi-prestasinya. Kalau itu merupakan kode etik profesi hukum, maka pengemban profesi hukum dituntut menyelaraskan tugas-tugasnya secara benar dan bermoral. Kode etik menjadi terasa lebih penting lagi kehadirannya ketika tantangan yang menghadang profesi hukum makin berat dan kompleks, khususnya ketika berhadapan dengan tantangan yang bersumber dari komunitas elit kekuasaan. sikap elit kekuasaan terkadang bukan hanya tidak menghiraukan norma moral dan yuridis, tetapi juga mempermainkannya

Fungsi Hukum dan Penegakan Hukum
Suatu profesi hukum di awali dengan proses pendalaman dan penguasaan spesifikasi keilmuwan di bidang perundang-undangan (hukum). Orang yang berniat menjadi penyelenggara atau pengemban profesi hukum haruslah masuk dalam lingkaran atau komunitas proses. Tanpa melalui jalan ini, sulit dihasilkan seorang figur penyelenggara hukum yang handall (profesional). Profesionalitas ikut ditentukan oleh peran atau kontribusi yang ditujukan selama berada     dalam             komunitas        profesi.
Ada tahap seseorang baru boleh dan tepat mempelajari pengertian hukum dan profesi, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari fungsi, orientasi dan manfaat sebuah profesi hukum ditengah masyarakat. Tahap-tahap yang perlu dilalui ini menjadi pengantar menuju penegakan, pemberdayaan dan pemuliaan profesi. Implementasi profesi itu, termasuk profesi hukum sebenarnya tergantung dari pribadi yang bersangkutan karena mereka secara pribadi mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya dan harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat atau diabadikan untuk kepentingan umum yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum, untuk itu tentunya memerlukan keahlian yang berkeilmuan serta dapat dipercaya. Dinamika kualitas pelayanan profesi itu terkait dengan tingkat dan macam problem yang dihadapi masyarakat. Suatu jenis profesi, termasuk profesi hukum akan bisa dilihat perkembangan dan prospeknya melalui ragam konflik sosial yang muncul.
Untuk menjadi penyelenggara profesi hukum yang baik dibutuhkan kehadiran sarjana-sarjana hukum dan praktisi hukum yang memiliki kualifikasi sikap berikut :
a)        Sikap kemanusiaan, agar tidak menaggapi (menyikapi) hukum secara formal belaka, Artinya, sebagai sarjana hukun dituntut sejak dini untuk gemar melakukan analisis dan interpretasi yuridis yang sesuai dengan aspirasi dan dinamika masyarakat, sehingga dalam dirinya tidak sampai kehilangan, apalgi tergusur atau terdegradasi wacana kemanusiaan. Tuntutan memiliki sikap kemanusiaan (human attitude) itu tidaklah muncul seketika, tetapi melalui proses yang menuntut konsentrasi dalam hal sinergi dan intelektual. Kalau sikap ini bisa dimiliki, maka seorang sarjana hukum akan mampu menjadi penyelenggara profesi hukum yang bukan tergolong sebagai "mulut/corong undang-undang" (la bauche de laloi), tetapi sebagai penyelenggara       profesi hukum yang    humanis.
b)      Sikap keadilan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan. Ketentuan perundang-undangan yang berhasil dipelajari dan mengantarkannya sebagi pihak yang jadi pusat ketergantungan masyarakat adalah sudah seharusnya kalu sikap-sikap yang ditujukan itu mencerminkan dan mengartikulasikan tuntutan masyarakat. pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat yang memang sebenarnya merupakan hak-haknya akan menentukan apakah dirinya pantas disebut sebagai penyelenggara profesi hukum yang baik atau tidak. Sikap yang ditujukan dalam menangani suatu perkara hukum misalnya bukan dilatarbelakangi oleh tuntutan memperoleh keuntungan pribadi seperti harta dan kemapanan posisi, tetapi adalah memenuhi panggilan keadilan. Menunjukan sikap yang baik bukanlah hal yang mudah bagi penyelenggara hukum. Hal-hal yang menuju pada kebaikan kerapkali dihadapkan dengan beragam tantangan yang bertujuan hendak mematikan cahaya kebaikan itu. Kalau ada pihak yang bersemangat dan kukuh dalam memegang kode etik, maka di sisi lain biasanya terdapat sejumlah pengganggu yang menjadi pemerdayanya. Sikap adil yang ditujukan oleh penyelenggara profesi huku dapat dikategorikan sebagai ekspresi nuraniah yang cukup berani dan mulia, mengingat dengan sikap itu, penyelenggara profesi hukum berarti tidak sampai kehilangan  jati diri dan tetap menjadi pemenang karena mampu mengalahkan beragam tantangan yang berusaha menjinakan sikap           adilnya.
c)      Mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai objektif dalam suatu perkara yang ditangani. Penyelenggara hukum yang dihadapkan dengan kasus seorang klien, yang perlu dan harus dikedepankan lebih dulu adalah mencermati dan menelaah secara teliti kronologis kasus tersebut. Ketika klien menyampaikan latar belakang kejadian munculnya kasus (konflik) itu, maka penyelenggara hukum dituntut bisa mempertanyakan, mendialogkan dan mengongklusiakn kasus itu sampai muncul dan apa yang diinginkan setelah kasus itu terjadi, termasuk menjelaskan kemungkinan-kemungkinan akhir kasus itu dengan berpijak pada inti persoalan objektif dan pijakan yuridis yang sudah diketahuinya. Wacana objektifitas itu sangat penting bagi penyelenggara hukum, mengingat hal ini selain dapat dijadikan bahan untuk membantu menyelesaikan kasus yang dihadapinya, ia juga akan tetap mampu memepertahankan konsistensi keintelektualannya dalam mengembangkan disiplin ilmu hukum. Penyelenggara seperti ini akan mampu menyeimbangkan antara da sollen dan das sein. Disiplin ilmu hukum yang berhasil diraihnya tetap percaya dan mampu menerangi kepentingan masyarakat, dan bukan senaliknya tergeser oleh kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi yang melupakan  sisi normatif dan referensi keilmuannya.
d)     Sikap kejujuran. Sikap ini boleh dikata menjadi panduan moral tertinggi bagi penyelenggara profesi hukum. sebagai suatu panduan tertinggi, tentulah akan terjadi resiko dan impact yang cukup komplikatif bagi kehidupan masyarakat dan kenegaraan kalau sampai sikap itu tidak dimiliki oleh penyelenggara hukum. Sebagai suatu sikap yang harus ditegakkan dalam penyelenggaraan profesi, maka tanggung jawab yang terkait dengannya akan ditentukan karenannya. Kasus-kasus hukum akan bisa diatasi dan tidak akan terhindar dari kemungkinan mengundang timbulnya persoalan sosial-yuridis yang baru bilamana komitmen kejujuran masih diberlakukan oleh kalangan penyelenggara profesi hukum. kasus-kasus yang muncul ditengah masyarakat, baik yang diketegorikan sebagai bentuk pelanggaran hukum maupun moral tidak sedikit di antaranya dikarenakan oleh ketidakjujuran yang dilakukan seseorang maupun kelompok sosial. Sikap jujur ini menjadi pangkal atas terlaksana dan tegaknya stabilitas nasional. Masyarakat, terlebih rakyat kecil akan dapat menikmati kehidupan sejahtera dan harmonis bilamana sikap jujur tak sampai terkikis dalam diri kalangan orang-orang besar yang diantaranya adalah penyelenggara profesi hukum yang salah satu tugasnya menjembatani aspirasi orang-orang kecil.

Nama : Sri Prihatin
NPM : 20209433
Kelas : 4EB01